0
Geliat Ujian Nasional (UN) menyedot perhatian masyarakat yang luar biasa. Gelegar menyambut kehadirannya pun disiapkan jauh-jauh sebelumnya. Persiapan luar dan  dalam dilakukan dengan sebaik-baiknya pula. Semua sangat sibuk, laksana  menyambut kehadiran tamu agung yang berkunjung setahun sekali. 
 
    Tiap sekolah memiliki trik-trik guna menyukseskan Ujian Nasional. Mulai dari penambahan jam pembelajaran sampai dengan melakukan pendampingan khusus, dilakukan oleh sekolah. Bahkan selama ujian berlangsung, sekolah tertentu mewajibkan peserta didiknya tidur di sekolah. Hal ini dilakukan dalam upaya mengefektifkan waktu mereka. Selama empat hari peserta didik dijauhkan dari hal-hal yang akan mengganggu konsentrasi belajar. Di malam hari pun, anak-anak diajak melakukan ibadah khusus, misalnya bertahajjud bagi yang muslim. Di samping itu juga diajak melakukan zikir-zikir sebagai wasilah (perantara) agar doa mereka dikabulkan oleh Sang Pengabul Doa.
 
    Ujian Nasional sisi positifnya  cukup banyak. Lebih-lebih dengan model 20 (dua puluh) paket soal. Dengan model 20  paket soal ini, kejujuran menjadi lebih terjaga. Setiap peserta didik tidak akan bisa bekerja sama dengan temannya karena setiap peserta ujian mendapatkan soal yang berbeda. Akibatnya, semua sekolah berpacu membekali peserta didiknya dengan sebaik-baiknya. Sekolah berjuang sekuat tenaga meraih nilai setinggi-tingginya.
 
    Bila kelulusan seratus persen telah diraih dan nilai UN cukup membanggakan telah didapat, apakah peserta didik tetap menjadi putra-putra yang rajin belajar, berdoa,  tawadhuk (rendah hati), dan berperilaku mulia seperti ketika menyambut Ujian Nasional? Jawabnya, mungkin ya, dan mungkin tidak.
 
    Bila menginginkan jawaban “ya”, menginginkan  peserta didik kita berkualitas luar dalamnya, tentu para pendidik diwajibkan  melakukan pembiasaan-pembiasan positif tersebut sejak awal, atau sejak mereka menginjakkan kaki di sekolahnya. Ingin peserta didik menjadi anak-anak yang berkarakter dan relegius? jangan bosan kita menghubung-hubungkan materi pembelajaran dengan jiwa-jiwa kerelegiusan. Ingin peserta didik santun dalam berbahasa? contohilah mereka bertutur kata yang santun nan sopan. Ingin peserta didik rajin mengamalkan ajaran agama? Contohilah mereka dengan melakukan salat duha sebelum pembelajaran pertama dimulai (bagi muslim). Demikian juga pembiasaan menyambut kedatangan peserta didik dengan berjabat tangan  di pintu gerbang sekolah, akan memberi kesan tersendiri dalam jiwa mereka. Apalagi bila sambil menjabat putra-putrinya dengan senyum dan bibir guru berguman “Robbi  hablii...minas sholihin... Ya Allah jadikan putra-putri kami anak yang soleh”, maka cukup banyaklah upaya yang kita lakukan.
 
    Melakukan pembiasaan-pembiasaan positif dalam rangka mewujudkan insan berkualitas dan berakhlak mulia, tidaklah mudah. Apalagi hanya dengan waktu tiga tahun menginginkan mereka langsung berubah menjadi insan-insan yang memiliki pribadi impian. Namun, kita tidak boleh putus asa. Allah melihat usaha kita berdasarkan proses. Insya Allah, pada saatnya nanti, peserta didik kita (termasuk yang mbeling) akan merasakan betul bagaimana dulu para guru mereka mendidik dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.
 
    Nah, tentunya kita berharap, semoga gaung Ujian Nasional  akan menjadi pemicu sekolah dalam mewujudkan insan-insan yang yang cerdas,  berkualitas, dan berakhlak mulia. Hal itu Insya Allah bisa terwujud bila dilaksanakan sejak dini, bukan hanya saat-saat menjelang Ujian Nasional.

Post a Comment

 
Top