0
    Akhir-akhir ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan sosialisasi tentang Permendikbud Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Nilai-nilai mendasar yang perlu dikembangkan meliputi internalisasi nilai-nilai moral dan spiritual, penanaman nilai kebangsaan dan kebhinekaan, interaksi positif dengan sesama siswa, interaksi positif dengan guru dan orangtua, penumbuhan potensi unik dan utuh setiap anak, pemeliharaan lingkungan sekolah, dan pelibatan orangtua dan masyarakat. Ke tujuh nilai-nilai dasar ini perlu dilaksanakan secara terus-menerus di komunitas sekolah yang meliputi kegiatan wajib dan pembiasaan. Salah satu penumbuhan potensi unik dan utuh setiap anak adalah kegiatan wajib membaca selama 15 menit sebelum hari pembelajaran.

Akar Masalah
Budaya literasi Indonesia ternyata terburuk kedua dari 65 negara yang diteliti Programme for International Student Assesment (PISA) pada tahun 2012. Kegiatan literasi tidak hanya membaca, tetapi juga menulis. Membaca belum menjadi kebutuhan hidup dan  budaya bangsa. Mengingat membaca merupakan suatu bentuk kegiatan budaya menurut Tilaar (1999) maka untuk mengubah perilaku masyarakat gemar membaca membutuhkan suatu perubahan budaya atau perubahan tingkah laku dari anggota masyarakat kita. Mengadakan perubahan budaya masyarakat memerlukan suatu proses dan waktu panjang sekitar satu atau dua generasi, tergantung dari “political will pemerintah dan masyarakat“. Ukuran waktu sebuah generasi adalah berkisar sekitar 15 – 25 tahun.

Perpustakaan Kelas
    Kebanyakan sekolah hanya memiliki satu perpustakaan. Kegiatan meminjam dan membaca buku dilakukan di perpustakaan. Belum semua peserta didik secara rutin membaca buku di perpustakaan. Animo untuk meminjam buku masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah minimnya koleksi buku yang menarik bagi peserta didik. Kebanyakan peserta didik  menyukai novel,cerpen,puisi,dongeng,cerita rakyat dan majalah remaja. Sementara ini perpustakaan selalu mengejar target untuk pemenuhan buku pelajaran dengan rasio satu siswa satu buku. Alternatif yang dapat menumbuhkan minat untuk gemar membaca adalah sekolah membeli buku-buku selain mata pelajaran yang menarik siswa untuk menambah koleksi perpustakaan. Buku-buku ini tidak di simpan di perpustakaan sekolah tetapi didistribusikan di masing-masing kelas. Setiap kelas disiapkan rak-rak sederhana untuk menyimpan bahan bacaan sejumlah peserta didik. Harapannya setiap peserta didik dalam satu tahun dapat membaca 5 sampai dengan 10 buku. Kegiatan wajib membaca 15 menit sebelum hari pembelajaran dapat dimasukkan dalam kegiatan non kurikuler sekolah agar tidak menambah beban belajar peserta didik. Untuk menumbuhkan kebiasaan gemar membaca ini perlu proses yang panjang. Langkah awal program wajib membaca ini dilaksanakan satu minggu satu kali. Misalnya dinamakan Program Kamis Membaca, artinya setiap hari Kamis diadakan kegiatan wajib membaca bagi seluruh peserta didik selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Apabila sudah berjalan baik dapat ditingkatkan satu Minggu dua kali sampai dengan setiap hari. Melalui koleksi buku di dalam kelas maka peserta didik akan semakin mudah dan terbiasa membaca.

Kecepatan atau Pemahaman       
    Membaca adalah sebuah keterampilan yang perlu dilatih secara terus-menerus. Membaca bertujuan untuk mengumpulkan informasi dari bahan bacaan. Salah satu indikator keberhasilan dalam membaca adalah kemampuan dalam menyampaikan kembali isi bacaan baik secara lisan maupun tulisan. Tidak ada gunanya dapat membaca dengan cepat  tetapi tidak dapat memahami isi bacaan. Sebaliknya apabila kita dapat memahami isi bacaan, namun kecepatannya sangat lambat maka dapat dikatakan membaca dengan tidak efisien. Diperlukan keseimbangan antara kecepatan membaca dan pemahaman bacaan agar lebih efektif.

Nemo dat quod non habet
    Orang Romawi berkata”Nemo dat quod non habet” yang artinya tidak seorang pun dapat memberikan apa yang tidak dipunyainya. Sama halnya dengan karakter gemar membaca, pihak sekolah tidak mungkin menuntut peserta didiknya gemar membaca jikalau bapak ibu guru, staf tata usaha ,bahkan kepala sekolah tidak memiliki karakter gemar membaca. Inilah tugas yang paling berat. Keteladanan menjadi magnet yang menggerakkan daya pesona logika peserta didik untuk meniru apa yang dilihat dan dilakukan. Salah satu kata kunci agar kita dapat memberikan contoh perilaku yang baik adalah memperlakukan mereka sebagaimana kita ingin diperlakukan. Diperlukan konsistensi seluruh komponen sekolah untuk menanamkan karakter gemar membaca pada peserta didiknya. Untuk itu, pada saat yang bersamaan seluruh komponen sekolah ikut melaksanakan kebiasaan membaca. Semoga dengan konsistensi seluruh komponen sekolah, kebiasaan gemar membaca menjadi karakter yang akan menjadi budaya bangsa Indonesia.

Oleh : Heri Kristantoro, S.Pd,M.Pd
Kepala Sekolah SMP Negeri 4 Ambarawa Kab. Semarang
Email : herikristantoro@gmail.com
Blog : herikristantoro.blogspot.com

Post a Comment

 
Top