0
MEMBACA...? Masih efektifkah membaca pada zaman yang serba digital ini? Kita (anak-anak,
remaja, dan orangtua) telah dimanjakan dengan fasilitas-fasilitas canggih, yang serba otomatis dan praktis. Fakta menunjukkan sebagian besar dari kita menjadi lebih senang menggenggam handphone (HP), menenteng ipod, asyik di depan play station atau televisi, mulai melupakan membaca buku. Apakah ini akan menjadi kebiasaan?

Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa rendahnya budaya membaca membuktikan lemahnya gairah mendapatkan informasi dan pengetahuan. Kita tahu bahwa buku adalah jendela dunia, dengan membaca akan bertambah wawasan atau pengetahuan, sehingga tumbuh inspirasi atau ide-ide kreatif untuk membangun diri dan lingkungannya menjadi masa depan yang lebih baik.

Mengingat banyaknya manfaat membaca buku, maka mulai dari diri kita, tanpa mengabaikan perkembangan teknologi, membiasakan diri membaca buku sehingga membudaya atau menjadi kebiasaan muaranya menjadi kebutuhan.

Apa yang bisa kita lakukan? Selaku warga sekolah dan sebagai warga masyarakat hendaknya bisa secara bersama dapat menyemaikan virus senang membaca, kepada peserta didik khususnya dan kepada masyarakat luas umumnya, sehingga membaca menjadi budaya. Banyak hal yang bisa dicoba dan diterapkan untuk menumbuhkan dan membangun budaya baca di sekolah dengan melakukan kegiatan yang rekreatif dan mendidik. misalnya:

Program Jumat Membaca, yaitu program sekolah yang mewajibkan semua warga sekolah (kepala sekolah, guru, siswa, dan karyawan untuk membaca buku/koran/majalah/buletin selama 10 (sepuluh) menit setelah senam bersama. Secara perorangan masing-masing membuat jurnal atau resume tentang apa yang telah dibacanya dan secara berkala dipantau perkembangannya.

Kreasi Majalah Dinding (mading), sebuah media/ajang kreasi yang efektif untuk unjuk karya dan mekomunikasikan gagasan. Semua pihak terlibat aktif dalam pengelolaan media ini agar menumbuhkan manfaat.

Sudut Baca, yaitu sebuah usaha/kegiatan yang memungkinkan tersedianya tempat seperti gasebo dan warung baca yang menediakan koran/majalah/buletin, sebagai media rekreatif setelah siswa dan guru penat dengan pelajaran.

Lomba Sinopsis, yaitu kegiatan berkala sebagai ajang kemampuan siswa dan guru menuangkan kembali apa yang telah dibacanya ke dalam sebuah tulisan Kunjungan ke Perpustakaan, guru dan siswa wajib berkunjung ke perpustakaan sesuai jadwal yang ditetapkan pengelola perpustakaan, dengan rencana kegaiatan yang telah disiapkan. Dalam hal ini pengelola berperan aktif sebagai pustakawan referens.

Slogan Motivasi, yaitu membuat slogan-slogan untuk memberikan motivasi untuk membaca di lingkungan sekolah, seperti “Tiada hari tanpa membaca”, “Gunakan waktu luang untuk membaca”, dan “Buku adalah jendela ilmu”, “Aku tahu karena membaca, aku bisa kerena mencoba” dan masih banya yang lain.

Akhirnya, sebuah kegiatan untuk mejadikan membaca sebagai budaya akan berjalan dan bermanfaat bilamana semua pihak “KITA” memilki komitmen yang kuat pada niat dan tujuan membaca. Mengutip perkataan Yasraf Amir Pilliang, bila ruang-waktu untuk membaca itu terbatas akibat berbagai kesibukan (struktural, akademis) perlu diciptakan ruang-waktu untuk aktivitas membaca. Diperlukan ruang (rumah, lapangan, kantor) untuk membaca dan diperlukan waktu (istirahat, pagi, malam) untuk melakukannya. Dengan perkataan lain, bila budaya membaca tumbuh dan berkembang, maka membaca tidak lagi dianggap sebagai kewajiban, melainkan kebutuhan. Semoga!

MEMBACA...? Masih efektifkah membaca pada zaman yang serba digital ini? Kita (anak-anak, remaja, dan orangtua) telah dimanjakan dengan fasilitas-fasilitas canggih, yang serba otomatis dan praktis. Fakta menunjukkan sebagian besar dari kita menjadi lebih senang menggenggam handphone (HP), menenteng ipod, asyik di depan play station atau televisi, mulai melupakan membaca buku. Apakah ini akan menjadi kebiasaan?

Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa rendahnya budaya membaca membuktikan lemahnya gairah mendapatkan informasi dan pengetahuan. Kita tahu bahwa buku adalah jendela dunia, dengan membaca akan bertambah wawasan atau pengetahuan, sehingga tumbuh inspirasi atau ide-ide kreatif untuk membangun diri dan lingkungannya menjadi masa depan yang lebih baik.

Mengingat banyaknya manfaat membaca buku, maka mulai dari diri kita, tanpa mengabaikan perkembangan teknologi, membiasakan diri membaca buku sehingga membudaya atau menjadi kebiasaan muaranya menjadi kebutuhan.

Apa yang bisa kita lakukan? Selaku warga sekolah dan sebagai warga masyarakat hendaknya bisa secara bersama dapat menyemaikan virus senang membaca, kepada peserta didik khususnya dan kepada masyarakat luas umumnya, sehingga membaca menjadi budaya. Banyak hal yang bisa dicoba dan diterapkan untuk menumbuhkan dan membangun budaya baca di sekolah dengan melakukan kegiatan yang rekreatif dan mendidik. misalnya:

Program Jumat Membaca, yaitu program sekolah yang mewajibkan semua warga sekolah (kepala sekolah, guru, siswa, dan karyawan untuk membaca buku/koran/majalah/buletin selama 10 (sepuluh) menit setelah senam bersama. Secara perorangan masing-masing membuat jurnal atau resume tentang apa yang telah dibacanya dan secara berkala dipantau perkembangannya.

Kreasi Majalah Dinding (mading), sebuah media/ajang kreasi yang efektif untuk unjuk karya dan mekomunikasikan gagasan. Semua pihak terlibat aktif dalam pengelolaan media ini agar menumbuhkan manfaat.

Sudut Baca, yaitu sebuah usaha/kegiatan yang memungkinkan tersedianya tempat seperti gasebo dan warung baca yang menediakan koran/majalah/buletin, sebagai media rekreatif setelah siswa dan guru penat dengan pelajaran.

Lomba Sinopsis, yaitu kegiatan berkala sebagai ajang kemampuan siswa dan guru menuangkan kembali apa yang telah dibacanya ke dalam sebuah tulisan Kunjungan ke Perpustakaan, guru dan siswa wajib berkunjung ke perpustakaan sesuai jadwal yang ditetapkan pengelola perpustakaan, dengan rencana kegaiatan yang telah disiapkan. Dalam hal ini pengelola berperan aktif sebagai pustakawan referens.

Slogan Motivasi, yaitu membuat slogan-slogan untuk memberikan motivasi untuk membaca di lingkungan sekolah, seperti “Tiada hari tanpa membaca”, “Gunakan waktu luang untuk membaca”, dan “Buku adalah jendela ilmu”, “Aku tahu karena membaca, aku bisa kerena mencoba” dan masih banya yang lain.

Akhirnya, sebuah kegiatan untuk mejadikan membaca sebagai budaya akan berjalan dan bermanfaat bilamana semua pihak “KITA” memilki komitmen yang kuat pada niat dan tujuan membaca. Mengutip perkataan Yasraf Amir Pilliang, bila ruang-waktu untuk membaca itu terbatas akibat berbagai kesibukan (struktural, akademis) perlu diciptakan ruang-waktu untuk aktivitas membaca. Diperlukan ruang (rumah, lapangan, kantor) untuk membaca dan diperlukan waktu (istirahat, pagi, malam) untuk melakukannya. Dengan perkataan lain, bila budaya membaca tumbuh dan berkembang, maka membaca tidak lagi dianggap sebagai kewajiban, melainkan kebutuhan. Semoga!

*) Sutaya, S.Pd, M.Pd
Pengawas TK dan SD Kecamatan Bergas

Post a Comment

 
Top